JAKARTA : Di Indonesia, baru terdapat lima jenis tanaman yang masuk kategori fitofarmaka. Sedangkan, tanaman obat kategori Obat Herbal Terstandar (OHT) baru sekitar mencapai 17 jenis. Masih sekitar puluhan tanaman obat unggulan lainnya, yang masih harus diujicobakan.
“Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah melansir sejak 2003 sekitar 9 tanaman obat siap menjadi fitofarmaka, dan pada 2005 sedikitnya 18 jenis tanaman obat unggulan yang siap menjadi fitofarmaka dan OHT,” ujar Dr. Rifatul Widjhati MSc. Apt, Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT di Jakarta, Senin (3/12).
Kelima jenis fitofarmaka yang ada saat ini, yaitu nodiar sebagai anti diarea, rheumaneer sebagai anti remautik, stimuno, sebagai peningkat daya tahan tubuh, tensigard agromed, anti hipertensi, serta x-gra untuk stamina lelaki. Sedangkan, 17 jenis obat tanaman yang masuk kategori obat terstandar, yaitu diabmeneer, diapet, kiranti (obat datang bulan), fitogaster, fitolac, lelap dan lain sebagainya.
Sedangkan sembilan jenis tanaman obat yang siap menjadi fitofarmaka, yaitu cabe jawa sebagai androgenik, temulawak untuk anti hiperfipedemia, Daun Jambu Biji, sebagai obat anti demam berdarah, buah mengkudu dan daun salam sebagai anti diabet, jati belanda untuk anti hiperfidemia, jahe merah sebagai anti neoplasma, serta rimpang kunyit untuk anti hiperfidemia.
Sementara 18 belas jenis tanaman obat unggulan lainnya yang siap menjadi fitofarmaka dan OHT yaitu brotowali (antimalaria antidiabetic), kuwalot (antimalaria), akar kucing (anti asam urat), sambiloto (antimalaria), johar (perlindungan hati), biji papaya (kesuburan), daging biji bagore (antimalaria), daun paliasa (perlindungan hati), makuto dewo (perlindungan hati), daun kepel (asam urat), akar senggugu (sesak napas), seledri (batu ginjal),
Gandarusa (KB lelaki), daun johar (anti malaria), mengkudu (dermatitis), mengkudu rimpang jahe (anti TBC), umbi lapis kucai (anti hipertensi), jati belanda & jambu biji (pelangsing). “Untuk OHT dan fitofarmaka, bahan bakunya atau ekstrak tanaman obatnya harus sudah distandarisasi isi kandungan senyawanya,” ujarnya.
Berbeda dengan jamu yang dimanfaatkan berdasarkan informasi khasiat secara turun temurun, serta belum diuji secara praklinis maupun klinis, OHT yaitu formula tanaman obat baik single maupun campuran yang sudah lolos uji praklinik (uji khasiat dan keamanan) pada hewan coba. Sedangkan, fitofarmaka, sudah lolos uji klinis pada manusia. “Biasanya diuji di beberapa rumah sakit atau layanan kesehatan,” ujarnya. (Lea)
Sumber: http://portal.ristek.go.id/news.php?page_mode=detail&id=689
“Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah melansir sejak 2003 sekitar 9 tanaman obat siap menjadi fitofarmaka, dan pada 2005 sedikitnya 18 jenis tanaman obat unggulan yang siap menjadi fitofarmaka dan OHT,” ujar Dr. Rifatul Widjhati MSc. Apt, Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT di Jakarta, Senin (3/12).
Kelima jenis fitofarmaka yang ada saat ini, yaitu nodiar sebagai anti diarea, rheumaneer sebagai anti remautik, stimuno, sebagai peningkat daya tahan tubuh, tensigard agromed, anti hipertensi, serta x-gra untuk stamina lelaki. Sedangkan, 17 jenis obat tanaman yang masuk kategori obat terstandar, yaitu diabmeneer, diapet, kiranti (obat datang bulan), fitogaster, fitolac, lelap dan lain sebagainya.
Sedangkan sembilan jenis tanaman obat yang siap menjadi fitofarmaka, yaitu cabe jawa sebagai androgenik, temulawak untuk anti hiperfipedemia, Daun Jambu Biji, sebagai obat anti demam berdarah, buah mengkudu dan daun salam sebagai anti diabet, jati belanda untuk anti hiperfidemia, jahe merah sebagai anti neoplasma, serta rimpang kunyit untuk anti hiperfidemia.
Sementara 18 belas jenis tanaman obat unggulan lainnya yang siap menjadi fitofarmaka dan OHT yaitu brotowali (antimalaria antidiabetic), kuwalot (antimalaria), akar kucing (anti asam urat), sambiloto (antimalaria), johar (perlindungan hati), biji papaya (kesuburan), daging biji bagore (antimalaria), daun paliasa (perlindungan hati), makuto dewo (perlindungan hati), daun kepel (asam urat), akar senggugu (sesak napas), seledri (batu ginjal),
Gandarusa (KB lelaki), daun johar (anti malaria), mengkudu (dermatitis), mengkudu rimpang jahe (anti TBC), umbi lapis kucai (anti hipertensi), jati belanda & jambu biji (pelangsing). “Untuk OHT dan fitofarmaka, bahan bakunya atau ekstrak tanaman obatnya harus sudah distandarisasi isi kandungan senyawanya,” ujarnya.
Berbeda dengan jamu yang dimanfaatkan berdasarkan informasi khasiat secara turun temurun, serta belum diuji secara praklinis maupun klinis, OHT yaitu formula tanaman obat baik single maupun campuran yang sudah lolos uji praklinik (uji khasiat dan keamanan) pada hewan coba. Sedangkan, fitofarmaka, sudah lolos uji klinis pada manusia. “Biasanya diuji di beberapa rumah sakit atau layanan kesehatan,” ujarnya. (Lea)
Sumber: http://portal.ristek.go.id/news.php?page_mode=detail&id=689
0 komentar:
Posting Komentar